Kerusuhan, Kesalahan Pihak Keamanan?
Laga sepakbola Indonesia rentan kerusuhan. Bahkan, para suporter kerap dicap sebagai biang rusuh. Namun stigma ini dibantah para suporter. Sebut saja, Solihin Tarigan, suporter klub PSMS Medan. Dia mengatakan kerusuhan lantaran ketidaksiapan pihak pelaksana dan keamanan. “Seharusnya mereka tahu mengantisipasi ini semua,” jelas Solihin di Jakarta, Ahad (9/2) pagi.
Pendapat tersebut diamini Danang Ismartani, suporter Persija Jakarta. Menurut dia, setiap kegiatan yang berhubungan dengan massa dalam jumlah yang besar pasti rentan dengan kerusuhan. “Nah, di sinilah tugas panitia pelaksana dan petugas keamanan untuk menciptakan pola pengamanan yang bisa mencakupi semua aspek,” ucap Danang.
Ada beberapa hal menurut Danang yang bisa memicu kerusuhan. Salah satunya adalah ketidaksiapan suporter dalam menerima kekalahan. Namun imbuh Danang, faktor yang paling sering menyebabkan kerusuhan adalah ketidakbagusan kinerja wasit. Ya, keputusan wasit kerap memicu kontroversi dan cenderung berpihak. Wajar, hal ini membuat geram para suporter.
Masih segar dalam ingatan, tewasnya Fathul bin Samsur, pendukung Persija dalam bentrokan di Stadion Utama Gelanggang Olahraga Bung Karno, Senayan, Jakarta, Rabu silam. Danang mengatakan kejadian tersebut bukanlah kerusuhan melainkan penganiayaan. “Dia [Fathul] baru datang dari arah Jalan Sudirman. Kemudian, massa berseragam Persipura Jayapura menganiaya Fathul hingga tewas,” cerita Danang.
Sampai saat ini, belum ada kemajuan dalam penyelidikan kasus tewasnya Fathul usai laga semifinal Liga Djarum Indonesia 2007 antara Persipura dan PSMS Medan. Ibunda Fathul mengaku ikhlas atas kepergian anaknya meski dengan cara tragis. Bahkan, dia menolak jasad Fathul diotopsi untuk memudahkan penyelidikan polisi.
Semifinal Liga Djarum Indonesia Rusuh, Satu Tewas
Kerusuhan bagai tak henti-hentinya mewarnai sepakbola Indonesia. Kali ini terjadi pada semifinal Liga Djarum Indonesia 2007 yang digelar di Stadion Utama Gelanggang Olahraga Bung Karno, Senayan, Jakarta, Rabu (6/2) malam. Kerusuhan berawal saat pendukung Persipura yang timnya kalah dari PSMS keluar stadion berpapasan dengan suporter Persija Jakarta. Kedua kelompok suporter ini kemudian saling ejek sehingga saling lempar batu pun tidak terelakkan. Apalagi, tidak semua The Jak Mania (julukan pendukung Persija) bisa masuk stadion sehingga situasi makin memanas.
Saat baku lempar batu berlangsung, seorang pendukung Persija tergeletak dengan kepala luka akibat terkena pukulan benda keras. Korban yang belum diketahui identitasnya meninggal saat dalam perjalanan menuju Rumah Sakit Angkatan Laut dokter Mintohardjo, Bendungan Hilir, Jakarta Pusat. Ini adalah korban meninggal pertama dalam kerusuhan sepakbola Indonesia, terutama yang digelar di Jakarta.
Sebenarnya, aroma kerusuhan sudah terasa usai Persipura dikalahkan PSMS yang berkesudahan dengan skor 4-5 lewat drama adu tendangan penalti. Entah siapa yang memulai, pendukung Persipura yang sudah keluar stadion dilempari penonton yang berada dalam stadion. Polisi yang tidak mau mengambil resiko langsung menembakkan gas air mata sehingga sebagian massa berlarian.
Keributan meluas hingga keluar areal stadion. Bahkan bus yang digunakan pendukung Persija ikut rusak terkena lemparan batu. Tak hanya itu, beberapa orang yang ada di dalam bus pun luka. Hasil pertandingaan berakhir bagi kemenangan Sriwijaya FC 1-0 atas Persija. Di final yang digelar Sabtu mendatang, Sriwijaya FC akan menghadapi PSMS.
Ketua MA: Silakan Pollycarpus Ajukan PK
Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan mempersilakan Pollycarpus Budihari Priyanto mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas keputusan hukum terhadap dirinya asalkan memenuhi syarat. “Silakan saja PK, asalkan memenuhi syarat. Sesuai undang-undang menyebutkan PK itu satu kali,” katanya di Jakarta, Jumat (8/2).
Bagir Manan mengatakan PK pidana tidak ada batasan waktunya, berbeda dengan PK perdata yang diberi batas waktu 180 hari. “PK pidana sewaktu-waktu boleh, bahkan orang yang sudah menjalani hukuman atau sudah ke luar boleh, seperti, untuk mengembalikan kehormatannya,” ujar Bagir.
Sebelumnya dilaporkan, kuasa hukum Pollycarpus, Muhammad Assegaf menyarankan kliennya yang kini divonis 20 tahun oleh MA dalam kasus pembunuhan Munir agar mengajukan PK. “Saya anjurkan dia untuk mengajukan PK sebab ia sebagai terdakwa belum pernah mengajukan PK,” ungkap Assegaf.
Dijelaskannya, secara hukum PK seharusnya menjadi hak-hak terdakwa atau ahli warisnya dan bukan menjadi hak Jaksa Penuntut Umum. Menurut dia, putusan MA janggal sebab salah satu hakim yang memvonis Polly yaitu Joko Sarwoto, menyatakan PK menjadi hak terdakwa dan JPU tertutup kemungkinan untuk mengajukan PK.(JUM/Antara)
Komentar Terbaru